Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu [1] berkata
ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
" Artinya : Pada hari yang di waktu itu
ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu
kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu
itu." [Ali Imran: 106]
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka
adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah
ahlu bid’ah dan sesat.” [2]
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti
oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah di antaranya:
[1]. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
[1]. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
[2]. Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” [3]
[3]. Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
[4]. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan [5] : “...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”
[5]. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah [6] (hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”
[6]. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [7]
[7]. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.
Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[8]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
Foote Note
[1]. Beliau adalah seorang Shahabat yang
mulia dan termasuk orang pilihan Radhiyallahu anhuma. Nama lengkapnya adalah
‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, penafsir al-Qur-an dan pemuka kaum
muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ‘pena’ dan juga ‘laut’, karena luas
keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh
para Khulafa’ ar-Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam
berbagai perkara. Beliau Radhiyallahu 'anhuma pernah menjadi wali pada zaman
‘Utsman Radhiyallahu 'anhu tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama
‘Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi ‘Amir di Bashrah, kemudian tinggal di
Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum
hijrah. Lihat al-Ishaabah (II/330 no. 4781).
[2]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet.
Daarus Salaam), Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/79 no. 74).
[3]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah (I/71 no. 49 dan 50).
[4]. Beliau Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud
at-Tamimy t, adalah seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khuraasaan dan
bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, ‘alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari
dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib (II/15 no. 5448), Tahdziibut Tahdziib
(VII/264 no. 540).
[5]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albany
Rahimahullah
[6]. Beliau Rahimahullah adalah seorang Imam
yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan,
hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin
Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama
Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa al-Qur-an
adalah makhluk, sehinga beliau dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak
mengatakannya. Beliau tetap mengatakan al-Qur-an adalah Kalamullah, bukan
makhluk. Beliau meninggal di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang
paling terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits (Musnad Imam Ahmad). Lihat Siyar A’lamin
Nubalaa’ (XI/177 no. 78).
[7]. Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam
ath-Thabary Rahimahullah'
[8]. Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah
bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah (hal. 41-44)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar