berikut khutbah tentang Islam Agama Kasih Sayang
Khotbah Jumat: Islam Agama
Kasih Sayang
MAY 27, 12
KHUTBAH PERTAMA:
إِنَّ
الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء
وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً .
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.
أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada
Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya;
yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang
oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Jama’ah Jum’at yang
semoga dimuliakan Allah…
Salah satu karakter menonjol syariat
Islam, adalah agama kita datang dengan membawa dan menjunjung tinggi kasih
sayang. Begitu banyak nas dari al-Qur’an maupun Sunnah yang menjelaskan hal
itu. Di antaranya:
Firman Allah ta’ala,
“وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ“
Artinya: “Kami
tidaklah mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat (kasih sayang)
bagi seluruh alam”. QS. Al-Anbiya’: 107.
Juga sabda Nabi-Nya shallallahu’alaihiwasallam,
“الرَّاحِمُونَ
يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ؛ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ”
“Orang-orang yang
penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang ada
di atas muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa yang ada di
langit”. HR. Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr dan dinilai hasan sahih oleh Tirmidzy.
Jama’ah Jum’at yang
kami hormati…
Dalam mengajarkan kasih sayang, Islam
tidak cukup hanya dengan memaparkan konsep global, namun juga menjabarkannya
secara terperinci. Menyebutkan potret-potretnya secara detil dan menggambarkan
dengan begitu jelas praktek nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari orang terdekat, yakni anak
dan istri, hingga manusia terjauh baik dari sisi kekerabatan maupun agama,
semuanya berhak mendapat kasih sayang sesuai dengan porsi dan aturan yang telah
digariskan agama. Tidak cukup hanya para manusia yang perlu disayangi, makhluk
lain, semisal binatang dan tetumbuhan pun mendapatkan jatah kasih sayang, jauh
hari sebelum orang-orang barat mengkampanyekan kasih sayang terhadap binatang atau
mencanangkan program green life.
Mengenai kasih sayang terhadap anak,
kiranya kisah yang terjadi di zaman nubuwwah berikut bisa sedikit
menggambarkannya. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bertutur,
“قَبَّلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ
الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا. فَقَالَ الْأَقْرَعُ: “إِنَّ
لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا”. فَنَظَرَ إِلَيْهِ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: “مَنْ لَا
يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ”
“Suatu saat Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam mencium (cucu beliau) al-Hasan bin ‘Ali dan saat itu
ada al-Aqra’ bin Hâbis at-Tamimy duduk di samping beliau. Serta merta al-Aqra’
berkomentar, “Aku memiliki sepuluh anak, sungguh tidak pernah satupun di antara
mereka yang kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pun
memandangnya seraya berkata, “Barang siapa tidak mengasihi maka ia tidak akan
dikasihi!”. HR. Bukhari dan Muslim.
Kaum muslimin dan muslimat
yang semoga dirahmati Allah…
Untuk memotivasi sifat saling menyayangi
sesama muslim, selain dengan menjelaskan hak dan kewajiban di antara mereka,
Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam juga membuat sebuah
perumpamaan yang sangat indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin
berkasih sayang di antara mereka,
“مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ؛ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى”.
“Perumpamaan kaum
mukminin dalam ukhuwah, kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu
tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh akan
bersolidaritas dengan ikut begadang dan merasa sakit”. HR. Bukhari dan Muslim
dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu.
Bahkan Islam juga menerangkan jalan yang
seharusnya ditempuh untuk mengantarkan kepada terciptanya kasih sayang
tersebut. Di antaranya, dalam sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam,
“لَا تَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ
بَيْنَكُمْ”
“Kalian tidak akan
masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian
saling mencintai. Maukah kalian kutunjukkan tentang sesuatu yang jika kalian
praktekkan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”. HR. Muslim dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu.
Para hadirin dan
hadirat yang kami cintai…
Dalam menebarkan kasih sayang, Islam
tidak hanya berhenti dalam wilayah sesama muslim saja, namun juga merambah
hubungan dengan non muslim. Di antara potretnya yang paling jelas, Islam
memotivasi mereka untuk masuk dan mengikuti agama kasih sayang; agama Islam,
agar mereka bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“وَالَّذِي نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ
وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ؛
إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ”
“Demi Allah, tidaklah
seorang pun dari umat ini, entah itu Yahudi atau Nasrani, yang mendengar
tentang diriku, lalu ia mati dalam keadaan belum beriman dengan risalahku,
melainkan ia akan menjadi penghuni neraka”. HR. Muslim dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan mereka enggan masuk Islam dan
tidak memerangi kaum muslimin, mereka tetap berhak untuk disikapi secara
lahiriah dengan baik. Allah ta’ala menjelaskan,
“لَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ، وَلَمْ يُخْرِجُوكُم
مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ، إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ”.
Artinya: “Allah tidak
melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang
tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung
halaman. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. QS. Al-Mumtahanah: 8.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah…
Yang lebih menakjubkan lagi, agama kita
tidak hanya memperhatikan kasih sayang sesama manusia, namun juga mengajarkan
kasih sayang kepada penghuni bumi lainnya, yaitu binatang dan tetumbuhan.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengisahkan,
“كُنَّا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَانْطَلَقَ
لِحَاجَتِهِ، فَرَأَيْنَا حُمَرَةً مَعَهَا فَرْخَانِ، فَأَخَذْنَا فَرْخَيْهَا،
فَجَاءَتْ الْحُمَرَةُ فَجَعَلَتْ تَفْرِشُ. فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِوَلَدِهَا؟ رُدُّوا وَلَدَهَا
إِلَيْهَا!” وَرَأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا فَقَالَ: “مَنْ حَرَّقَ
هَذِهِ؟” قُلْنَا: “نَحْنُ” قَالَ: “إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ
بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ”
“Suatu hari kami
bepergian beserta Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Di tengah perjalanan,
beliau memisahkan diri untuk menunaikan hajat. Saat itu kami melihat induk
burung bersama kedua anaknya yang masih kecil. Maka kami mengambil dua anak
burung itu. Induk burung pun mengepak-epakkan sayapnya gelisah. Manakala Nabi
shallallahu’alaihiwasallam datang beliau bertanya, “Siapa yang menyakiti burung
ini (dengan mengambil) anaknya? Kembalikan anaknya kepada sang induk!”. Beliau
juga melihat ada perkampungan sarang semut telah dibakar. Beliaupun berkata,
“Siapa yang membakar ini?”. “Kami”. “Tidak pantas menyiksa dengan api kecuali
Penguasa api” . HR. Abu Dawud dan isnadnya dinilai sahih oleh
al-Hakim.
Tidak cukup hanya mengajarkan kasih
sayang semasa hidup para hewan tersebut, bahkan Islam juga memerintahkan agar
mempraktekkan kasih sayang, sampaipun di detik-detik akhir hidup para hewan
tersebut, yakni manakala kita bermaksud untuk menyembelihnya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“إِنَّ اللَّهَ
كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ؛ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ”
“Sesungguhnya Allah
mewajibkan perbuatan baik dalam segala sesuatu. Jika kalian akan membunuh, bunuhlah
dengan cara yang baik. Jika kalian akan menyembelih sembelihlah dengan cara
yang baik, hendaklah kalian mengasah pisau kalian dan menenangkan hewan yang
akan disembelihnya”. HR. Muslim dari Syaddad bin Aus radhiyallahu’anhu.
Jamaah Jum’at yang kami
hormati …
Masih banyak potret lain yang
menggambarkan betapa ajaran Islam sangatlah menjunjung kasih sayang. Kasih
sayang kepada pelaku kesalahan terutama dari kalangan orang-orang yang terbatas
ilmunya. Kasih sayang kepada tetumbuhan. Kasih sayang kepada orang tua dan
kerabat. Kasih sayang kepada tetangga. Dan segudang contoh lainnya, yang tidak
mungkin dipaparkan dalam kesempatan singkat ini. Semoga sedikit pemaparan di
atas bisa menggambarkan pada kita betapa Islam benar-benar agama yang mengutamakan
kasih sayang dan memotivasi umatnya untuk mempraktekkannya dalam kehidupan
sehari-hari…
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِسُنَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، إِنَّهُ هُوَ
التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA:
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْأَرْبَابِ، وَمُسَبِّبِ
الْأَسْبَابِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْعَزِيْزُ الْوَهَّابُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَفْضَلُ مَنْ قَامَ
بِالدَّعْوَةِ وَالْاِحْتِسَابِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِي الْبَصَائِرِ وَالْأَلْبَابِ، وَالتَّابِعِيْنَ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْمَآبِ.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Itulah sekelumit konsep kasih sayang
dalam Islam. Namun demikian, di zaman kita ini, ada dua kubu yang bertolak
belakang dalam menyikapi konsep tersebut.
Golongan pertama: yang kurang
mempedulikan salah satu tujuan utama kedatangan Islam ke muka bumi itu.
Sedangkan golongan kedua: yang
kebablasan dalam menerjemahkan kasih sayang.
Golongan pertama adalah mereka yang menampakkan Islam sebagai agama yang garang, galak dan
gemar menumpahkan darah –tanpa aturan–. Setali tiga uang, ada pula yang
menggambarkan pada umat bahwa seorang muslim yang berpegang teguh dengan ajaran
Islam, haruslah bermuka sangar, bertutur kata pedas, tidak ramah, enggan
menebarkan salam dan seabreg perilaku kurang simpatik lainnya.
Kebalikannya, golongan kedua, yakni orang-orang
yang keliru dalam menafsirkan kasih sayang. Mereka menjadikan kasih sayang
sebagai dalih untuk mempertahankan tradisi yang bertolak belakang dengan Islam.
Tidak cukup sampai di situ, bahkan mereka melontarkan tuduhan miring kepada
pihak yang berusaha mengembalikan umat kepada ajaran murni Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam, sebagai kaum yang tidak peduli dengan
prinsip kasih sayang.
Memang lembaran sejarah mengatakan,
bahwa setiap kali muncul penyimpangan yang bernuansa ekstrim dan berlebihan,
hampir bisa dipastikan akan muncul tandingannya berupa penyimpangan yang
bernuansa bermudah-mudahan.
Adapun sikap yang benar adalah: sikap
pertengahan di antara keduanya.
“وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا”
Artinya: “Demikian
pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang pertengahan”. QS. Al-Baqarah: 143.
Sekurang-kurangnya, seorang muslim
tertuntut untuk bisa memadukan antara dua hal: tegas dalam berprinsip dan
santun dalam bersikap. Tegas dalam berprinsip menggambarkan keteguhannya dalam
berpegang dengan ajaran Islam yang benar. Sedangkan santun dalam bersikap dan
keluwesan dalam bermu’amalah dengan siapapun –selama masih dalam koridor yang
dibolehkan agama– merupakan penjabaran dari kasih sayang kepada sesama insan.
Bahkan perilaku simpatik tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk
mendakwahi orang-orang yang menyimpang dari garis lurus tuntunan Rasul shallallahu’alaihiwasallam.
Semoga Allah berkenan mengaruniakan
taufik-Nya pada kita agar termasuk golongan pertengahan tersebut. Amien ya Mujibas sâ’ilin…
هذا؛ وصلوا وسلموا –رحكم الله– على الصادق الأمين؛ كما
أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم
وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على
إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من
الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل
في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة
إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب
النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم
بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar