Tulisan ini
merupakan sambungan dari Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi, yang kemarin sudah
diterbitkan. Untuk lebih jelasnya sebelum melanjutkan membaca tulisan ini, baca
Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi terlebih dahulu.
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
Bagian Kedua
dari Tiga Tulisan 2/3
Karenanya, kami menyatakan.:
Pertama.
Sesungguhnya orang-orang yahudi dan nashrani menggantungkan kejadian-kejadian, keluh-kesah dan harapan-harapan mereka kepada momentum Milenium ini dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak, hampir demikian karena menurut anggapan mereka hal ini sudah melalui proses kajian dan penelitian. Demikian pula, mereka mengait-ngaitkan sebagian permasalahan aqidah mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Jadi, adalah wajib bagi seorang Muslim untuk tidak menoleh kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan semestinya merasa cukup dengan Kitab Rabbnya Ta'ala dan Sunnah Nabinya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan keduanya, ia tidak lebih hanya sekedar berupa ilusi belaka.
Kedua.
Momentum ini dan semisalnya tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme (serba boleh) dan atheisme serta pemunculan sesuatu yang menurut syari'at adalah sesuatu yang mungkar. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syi'ar-syi'ar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang nashrani dan yahudi serta perbuatan-pebuatan dan ucapan-ucapan semisal itu yang mengandung beberapa hal ; bisa jadi, pernyataan bahwa syari'at nashrani dan yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut dapat menyampaikan kepada Allah. Bisa jadi pula, berupa anggapan baik terhadap sebagian dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan dien al-Islam. Atau hal selain itu yang merupakan bentuk kekufuran kepada Allah dan RasulNya, kepada Islam dan ijma' umat ini. Belum lagi, hal itu adalah sebagai salah satu sarana westernisasi kaum Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.
Momentum ini dan semisalnya tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme (serba boleh) dan atheisme serta pemunculan sesuatu yang menurut syari'at adalah sesuatu yang mungkar. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syi'ar-syi'ar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang nashrani dan yahudi serta perbuatan-pebuatan dan ucapan-ucapan semisal itu yang mengandung beberapa hal ; bisa jadi, pernyataan bahwa syari'at nashrani dan yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut dapat menyampaikan kepada Allah. Bisa jadi pula, berupa anggapan baik terhadap sebagian dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan dien al-Islam. Atau hal selain itu yang merupakan bentuk kekufuran kepada Allah dan RasulNya, kepada Islam dan ijma' umat ini. Belum lagi, hal itu adalah sebagai salah satu sarana westernisasi kaum Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.
Ketiga
Banyak sekali dalil-dalil dari Kitabullah, as-Sunnah dan atsar-atsar yang shahih yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Di antara hal itu adalah menyerupai mereka dalam perayaan hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar ('Ied) maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan terulang, yang diagung-agungkan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan. Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di tempat-tempat atau waktu-waktu seperti ini maka itu termasuk hari besar ('Ied) mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya terhadap hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat yang mereka agungkan yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam dien Islam, demikian pula, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firmanNya.
Banyak sekali dalil-dalil dari Kitabullah, as-Sunnah dan atsar-atsar yang shahih yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Di antara hal itu adalah menyerupai mereka dalam perayaan hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar ('Ied) maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan terulang, yang diagung-agungkan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan. Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di tempat-tempat atau waktu-waktu seperti ini maka itu termasuk hari besar ('Ied) mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya terhadap hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat yang mereka agungkan yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam dien Islam, demikian pula, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firmanNya.
"Artinya : Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu" [Al-Furqan : 72]
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Ar-Rabi' bin Anas menafsirkan kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir.
Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar ('Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda.
"Artinya
: Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari
yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" [1]
Demikian
pula terdapat hadits yang shahih dari Tsabit bin Adl-Dlahhak Radhiyallahu 'anhu
bahwasanya dia berkata, "Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyembelih onta sebagai qurban
di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sembari
berkata.
"Artinya
: Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk menyembelih onta sebagai qurban di
Buwanah. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, 'Apakah di dalamnya
terdapat salah satu dari berhala-berhala Jahiliyyah yang disembah ? Mereka
menjawab, 'Tidak'. Beliau bertanya lagi. 'Apakah di dalamnya terdapat salah
satu dari hari-hari besar mereka ?'. Mereka menjawab, 'Tidak'. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tepatilah nadzarmu karena tidak perlu
menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Allah dan di dalam hal yang
tidak dipunyai (tidak mampu dilakukan) oleh manusia" [2]
Umar bin
Al-Khaththtab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah kalian mengunjungi
kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar
mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" [3]
Dia berkata
lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar
mereka" [4]
Dan dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Barangsiapa
yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festifal
seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian,
maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka" [5]
Keempat.
Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, di antaranya :
Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, di antaranya :
[a].
Menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka mengandung konsekwensi
bergembira dan membuat mereka berlapang dada terhadap kebatilan yang sedang
mereka lakukan.
[b].
Menyerupai mereka dalam gerak-gerik dan bentuk pada hal-hal yang bersifat
lahiriah akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula dalam gerak-gerik
dan bentuk pada hal-hal yang bersifat batiniah yang berupa 'aqidah-aqidah batil
melalui cara mencuri-curi dan bertahap lagi tersembunyi.
Dampak
negatif yang paling besar dari hal itu adalah menyerupai orang-orang kafir
secara lahiriah akan menimbulkan sejenis kecintaan dan kesukaan serta loyalitas
secara batin. Mencintai dan loyal terhadap mereka menafikan keimanan
sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan
nashrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu) ; sebagaimana mereka adalah pemimpin
bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin ; maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim" [Al-Maidah :
51]
Dan
firmanNya.
"Artinya
: Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
RasulNya" [Al-Mujadillah : 22]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]
________
Foote Note
[1].
Dikelaurkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210. Sunan
Abu Daud, kitab Ash-Shalah No. 1134, Sunan An-Nasa'i, Kitab Shalah Al-Iedain,
No. 1556 dengan sanad yang shahih.
[2].
Dikeluarkan oleh Abu Daud, Kitab Al-Aiman Wa An-Nadzar, No. 3313 denan sanad
shahih.
[3]. Dikeluarkan oleh Imam Al-Baihaqy No. 18640
[3]. Dikeluarkan oleh Imam Al-Baihaqy No. 18640
[4]. Ibid
No. 18641
[5]. 'Aun
Al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarh hadits no. 3512
Baca Sambungan Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi Bag.3
Baca Sambungan Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi Bag.3
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar