Pada kesempatan ini, saya coba menghadirkan tulisan
tentang beberapa karakteristik ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sesungguhnya orang yang mau berfikir obyektif, jika ia
mau melakukan perbandingan antara berbagai keyakinan yang ada di antara umat
manusia saat ini, niscaya ia menemukan beberapa karakteristik dan ciri-ciri
dari ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang merupakan ‘aqidah Islamiyah yang haq
(benar) berbeda dengan lainnya.
Karakter Dan Ciri-Ciri Itu Diantaranya:
[1]. Keotentikan Sumbernya.
Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah semata-mata hanya
bersandarkan kepada al-Qur-an, hadits dan ijma’ para ulama Salaf serta
penjelasan dari mereka. Ciri ini tidak terdapat pada aliran-aliran Mutakalimin,
ahli bid’ah dan kaum Sufi yang selalu bersandar kepada akal dan pemikiran atau
kepada kasyaf, ilham, wujud dan sumber-sumber lain yang berasal dari manusia
yang lemah. Mereka jadikan hal tersebut sebagai patokan atau sandaran di dalam
masalah-masalah yang ghaib. Padahal ‘aqidah itu semuanya ghaib.
Sedangkan Ahlus Sunnah selalu berpegang teguh
al-Qur-an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Ijma’ Salafush
Shalih dan penjelasan-penjelasan dari mereka. Jadi, ‘aqidah apa saja yang
bersumber dari selain al-Qur-an, hadits, ijma’ Salaf dan penjelasan mereka itu,
maka adalah termasuk kesesatan dan kebid’ahan.[1].
[2]. Berpegang Teguh Kepada Prinsip Berserah Diri Kepada
Allah Dan Kepada Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Sebab ‘aqidah adalah masalah yang ghaib, dan hal yang
ghaib itu hanya tegak dan bersandar kepada kepasrahan (taslim) dan keyakinan
sepenuhnya (mutlak) kepada Allah (dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Maksudnya, hal tersebut adalah apa yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya (wajib
diterima dan diyakini sepenuhnya. Taslim merupakan ciri dan sifat kaum beriman
yang karenanya mereka dipuji oleh Allah, seraya berfirman:
"Artinya : Alif Laam Mim. Kitab al-Qur'an ini
tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka
beriman kepada yang ghaib..."[Al-Baqarah: 1-3]
Perkara ghaib itu tidak dapat diketahui atau dijangkau
oleh akal, maka oleh karena itu Ahlus Sunnah membatasi diri di dalam masalah
‘aqidah kepada berita dan wahyu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Hal ini
sangat berbeda dengan Ahli bid’ah dan Ahli Kalam (mutakalimin). Mereka memahami
masalah yang ghaib itu dengan berbagai dugaan. Tidak mungkin mereka mengetahui
masalah-masalah ghaib. Mereka tidak melapangkan akalnya [2]. dengan taslim,
berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak pula menyelamatkan ‘aqidah
mereka dengan ittiba’ dan mereka tidak membiarkan kaum Muslimin awam berada
pada fitrah yang telah Allah fitrahkan kepada mereka.[3]
[3]. Sejalan Dengan Fitrah Yang Suci Dan Akal Yang
Sehat.
Hal itu karena ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah berdiri
di atas prinsip ittiba’ (mengikuti), iqtidha’ (meneladani) dan berpedoman
kepada petunjuk Allah, bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
‘aqidah generasi terdahulu (Salaful Ummah). ‘Aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari
sumber fitrah yang suci dan akal yang sehat itu sendiri serta pedoman yang
lurus. Betapa sejuknya sumber rujukan ini. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan
golongan yang lain itu hanya berupa khayalan dan dugaan-dugaan yang membutakan
fitrah dan membingungkan akal belaka.[4].
[4]. Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Para Shahabatnya Dan Para Tabi’in Serta Para
Imam Yang Mendapatkan Petunjuk
Tidak ada satu dasar pun dari dasar-dasar ‘aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah
(contoh) dari para Shahabat, Tabi’in dan para Imam yang mendapatkan petunjuk
hingga Hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan ‘aqidah kaum mubtadi‘ah (ahli
bid’ah) yang menyalahi kaum Salaf di dalam ber‘aqidah. ‘aqidah mereka merupakan
hal yang baru (bid’ah) tidak mempunyai sandaran dari al-Qur'an dan as-sunnah,
ataupun dari para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi’in. Oleh
karena itu, maka mereka berpegang kepada kebid’ahan sedangkan setiap bid’ah
adalah kesesatan.[5]
[5]. Jelas Dan Gamblang.
‘Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu
gamblang dan jelas, bebas dari kontradiksi dan ketidakjelasan, jauh dari
filsafat dan kerumitan kata dan maknanya, karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber
dari firman Allah yang sangat jelas yang tidak datang kepadanya kebatilan
(kepalsuan) baik dari depan maupun dari belakang, dan bersumber dari sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan
hawa nafsunya. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan yang lainnya berasal dari ramuan
yang dibuat oleh manusia atau ta’wil dan tahrif mereka terhadap teks-teks syar’i.
Sungguh sangat jauh perbedaan sumber dari ‘aqidah Ahlus Sunnah dan kelompok
yang lainnya. ‘Aqidah Ahlus Sunnah adalah tauqifiyah (berdasarkan dalil/nash)
dan bersifat ghaib, tidak ada pintu bagi ijtihad sebagaimana yang telah
dimaklumi.[6]
[6]. Bebas Dari Kerancuan, Kontradiksi Dan Kesamaran.
‘Aqidah Islam yang murni ini tidak ada kerancuan
padanya, tidak pula kontradiksi dan kesamaran. Hal itu karena ‘aqidah tersebut
bersumber dari wahyu, kekuatan hubungan para penganutnya dengan Allah,
realisasi ubudiyah (penghambaan) hanya kepada-Nya semata, penuh tawakkal
kepada-Nya semata, kekokohan keyakinan mereka terhadap al-haq (kebenaran) yang
mereka miliki. Orang yang meyakini ‘aqidah Salaf tidak akan ada kebingungan,
kecemasan, keraguan dan syubhat di dalam beragama. Berbeda halnya dengan para
ahli bid’ah, tujuan dan sasaran mereka tidak pernah lepas dari penyakit
bingung, cemas, ragu, rancu dan mengikuti kesamaran.
Sebagai contoh yang sangat jelas sekali adalah
keraguan, kegoncangan dan penyesalan yang terjadi pada para tokoh terkemuka
mutakallimin (ahlu kalam), tokoh filosof dan para tokoh sufi sebagai akibat
dari sikap mereka menjauhi ‘aqidah Salaf. Dan kembalinya sebagian mereka kepada
taslim dan pengakuan terhadap ‘aqidah Salaf, terutama ketika usia mereka sudah
lanjut atau mereka meng-hadapi kematian, sebagaimana yang terjadi pada Imam
Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H). Beliau telah merujuk kembali kepada
‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (‘aqidah Salaf) sebagaimana dinyatakan di
dalam kitabnya, al-Ibanah ‘an Ushuliddiyanah, setelah sebelumnya menganut
‘aqidah mu’tazilah, kemudian talfiq (paduan antara ‘aqidah mu’tazilah dan
‘aqidah Salaf) dan akhirnya kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Hal serupa juga dilakukan oleh Imam al-Baqillani (wafat th. 403 H) sebagaimana
dinyatakan dalam kitab at-Tamhid, dan masih banyak lagi tokoh terkemuka
lainnya. [7]
[7]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Merupakan Faktor
Utama Bagi Kemenangan Dan Kebahagian Abadi Di Dunia Dan Akhirat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor
utama bagi terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja
yang menganutnya dan menyerukannya kepada umat manusia dengan penuh ketulusan,
kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh kepada ‘aqidah ini
yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang diberikan kemenangan dan
pertolongan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Akan tetap ada satu golongan dari umatku yang berdiri tegak di atas al-haq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka siapa yang tidak menghiraukannya hingga datang perintah Allah (hari kiamat) tiba dan mereka tetap seperti itu. [8]
"Artinya : Akan tetap ada satu golongan dari umatku yang berdiri tegak di atas al-haq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka siapa yang tidak menghiraukannya hingga datang perintah Allah (hari kiamat) tiba dan mereka tetap seperti itu. [8]
[8]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Adalah ‘Aqidah
Yang Dapat Mempersatukan Umat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya kaum mu’minin yaitu jalannya para Shahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan ‘aqidah Salaf maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak dan tercapailah kemuliaan Islam.[9]
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya kaum mu’minin yaitu jalannya para Shahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan ‘aqidah Salaf maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak dan tercapailah kemuliaan Islam.[9]
[9]. Utuh, Kokoh Dan Tetap Langgeng Sepanjang Masa.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah utuh dan sama
dalam masalah prinsipil (ushuludin) sepanjang masa dan akan tetap seperti itu
hingga hari Kiamat kelak. Artinya ‘aqidah Ahlus Sunnah selalu sama, utuh dan
terpelihara baik secara riwayat maupun keilmuannya, kata-kata, maupun maknanya.
Ia diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa mengalami perubahan,
pencampuradukan, kerancuan dan tidak mengalami penambahan maupun pengurangan.
Hal tersebut karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari al-Qur'an yang tidak
datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakang dan dari Sunnah
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa
nafsu. [10]
[10]. Allah Menjamin Kehidupan Yang Mulia Bagi Orang
Yang Menetapi ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Berada dalam naungan ‘aqidah Ahlus Sunnah akan
menyebabkan rasa aman dan kehidupan yang mulia. Hal ini karena ‘aqidah Ahlus
Sunnah senantiasa menjaga keimanan kepada Allah dan mengandung kewajiban untuk
menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar. Orang
yang beriman dan bertauhid akan mendapatkan rasa aman, kebaikan, kebahagiaan
dunia dan akhirat. Rasa aman senantiasa menyertai keimanan, apabila keimanan
itu hilang maka hilang pula rasa aman.
Firman Allah:
"Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk." [Al-An’aam: 82].
Orang yang bertaqwa dan beriman akan mendapatkan rasa
aman yang sempurna dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Adapun
orang yang berbuat syirik, bid’ah dan maksiyat mereka adalah orang yang selalu
diliputi dengan rasa takut, was-was, tidak tenang dan tidak ada rasa aman.
Mereka selalu diancam dengan berbagai hukuman dan siksaan pada setiap waktu.
[11]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264
Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
Foote Note
[1]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jama’ah hal. 33-34
[2]. Hal ini tidak boleh difahami bahwa Islam
mengekang akal, menonaktifkan fungsinya dan menghapus bakat berfikir yang ada
pada manusia, namun seba-liknya, Islam menyediakan bagi akal banyak sarana
untuk mengetahui, mengamati, berfikir dan berkarya, sesuatu yang cukup merangsang
keinginannya terhadap ciptaan Allah. Wallaahu a’lam.
[3]. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah
hal. 34.
[4]. Ibid.
[5]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (I/9) dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 35).
[6]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jama’ah (hal. 35).
[7]. Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah IV/72-73 dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 35-36.
[8]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1920) dan
at-Tirmidzi (no. 2229), dari Shahabat Tsauban Radhiyallahu'anhu.
[9]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jama’ah (hal. 37-38).
[10]. Ibid, hal. 38-39.
[11]. Lihat ‘Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah;
Mafhumuha, Khashaa'isuha, Khasaa-isu Ahliha (hal. 37) karya Muhammad bin
Ibrahim al-Hamd. Cetakan I-1416 H.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar