[1] Sumber pengambilannya bersih dan akurat. Hal ini karena aqidah ahlus sunnah wal jama'ah berdasarkan Kitab dan Sunnah serta ijma' para orang-orang shaleh terdahulu, para Salafush Shalih, yang jauh dari keruhnya hawa nafsu dan syubhat.
[2] Ia adalah
aqidah yang berlandaskan penyerahan total kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab
aqidah ini adalah iman kepada sesuatu yang ghaib. Karena itu, beriman kepada
yang ghaib merupakan sifat orang-orang mukmin yang paling agung, sehingga Allah
memuji mereka : " Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya ;
petunjuk bagi orang yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib". [Al-Baqarah : 2-3]. Hal itu karena akal tidak mampu mengetahui hal
yang ghaib, juga tidak dapat berdiri sendiri dalam memahami syari'at, karena
akal itu lemah dan terbatas. Sebagaimana pendengaran, penglihatan dan kekuatan
manusia itu terbatas, demikian pula dengan akalnya. Maka beriman kepada yang
ghaib dan menyerah sepenuhnya kepada Allah adalah sesuatu yang niscaya.
[3] Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah yang sejalan dengan fithrah dan logika
yang benar, bebas dari syahwat dan syubhat.
[4] Sanadnya
bersambung kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in
dan para imam, baik dalam ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Ciri ini banyak
diakui oleh para penentangnya. Dan memang -Alhamdulillah- tidak ada suatu
prinsip pun dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang tidak memiliki dasar
Al-Qur'an dan As-Sunnah atau dari Salafus Shalih. Ini tentu berbeda dengan
aqidah-aqidah bid'ah lainnya.
[5] Ia adalah
aqidah yang mudah dan terang, seterang matahari di siang bolong. Tidak ada yang
rancu, masih samar-samar maupun yang sulit. Semua lafazh-lafazh dan maknanya
jelas, bisa dipahami oleh orang alim maupun awam, anak kecil maupun dewasa. Ia
adalah aqidah yang berdasar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan
dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah laksana makanan yang bermanfaat bagi
segenap manusia. Bahkan seperti air yang bermanfaat bagi bayi yang menyusu,
anak-anak, orang kuat maupun lemah.
[6] Selamat
dari kekacauan, kontradiksi dan kerancuan. Betapa tidak, ia adalah bersumber
kepada wahyu yang tak mungkin datang kepadanya kebatilan, dari manapun
datangnya. Dan kebenaran tidak mungkin kacau, rancu dan mengandung kontradiksi.
Sebaliknya, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Allah berfirman :
"Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya" [An-Nisaa : 82]
[7] Mungkin di
dalamnya terdapat sesuatu yang mengandung perdebatan, tetapi tidak mungkin
mengandung sesuatu yang mustahil. Dalam aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ada
hal-hal yang di luar jangkauan akal, atau tidak mampu dipahami. Seperti seluruh
masalah ghaib, adzab dan nikmat kubur, shirath, haudh (telaga), surga dan
neraka, serta kaifiyah (penggambaran) sifat-sifat Allah. Akal manusia tidak
mampu memahami atau mencapai berbagai persoalan di atas, tetapi tidak
menganggapnya mustahil. Sebaliknya ia menyerah, patuh dan tunduk kepadanya.
Sebab semuanya datang dari wahyu, yang tidak mungkin berdasarkan hawa nafsu.
[8] Ia adalah
aqidah yang universal, lengkap dan sesuai dengan setiap zaman, tempat, keadaan
dan umat. Bahkan kehidupan ini tidak akan lurus kecuali dengannya.
[9] Ia adalah
aqidah yang stabil, tetap dan kekal. Ia tetap teguh menghadapi berbagai
benturan yang terus menerus dilancarkan musuh-musuh Islam, baik dari Yahudi,
Nashrani, Majusi maupun yang lainnya. Ia adalah akidah yang kekal hingga hari
kiamat. Ia akan dijaga oleh Allah sepanjang generasi. Tak akan terjadi
penyimpangan, penambahan, pengurangan atau penggantian. Betapa tidak, karena
Allah-lah yang menjamin penjagaan dan kekalannya. Ia tidak menyerahkan
penjagaan itu kepada seorangpun dari mahluk-Nya, Alah berfirman :
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan Kamilah yang akan
menjaganya". [Al-Hijr : 9]
[10] Ia adalah
sebab adanya pertolongan, kemenangan dan keteguhan. Hal itu karena ia adalah
aqidah yang benar. Maka orang yang berpegang teguh kepadanya akan menang,
berhasil dan ditolong. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang membela
kebenaran, yang tidak akan membahayakan mereka orang yang merendahkan mereka
sampai datangnya keputusan Allah, dan mereka dalam keadaan demikian".
[Hadits Riwayat Muslim 3/1524]. Maka barangsiapa mengambil aqidah tersebut,
niscaya Allah akan memuliakannya dan barangsiapa meninggalkannya, niscaya Allah
akan menghinakannya. Hal itu telah diketahui oleh setiap orang yang membaca
sejarah. Sehingga, ketika umat Islam menjauhi agamanya, terjadilah apa yang
terjadi, sebagaimana yang menimpa Andalusia (Spanyol) dan yang lain.
[11] Ia
mengangkat derajat para pengikutnya. Barangsiapa memegang teguh aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama'ah, semakin mendalami ilmu tentangnya, mengamalkan segala
konsekwensinya, serta mendakwahkannya kepada manusia, niscaya Allah akan
meninggikan derajatnya, meluaskan kemasyhuranya serta keutamaannya akan
tersebar, baik sebagai pribadi maupun jama'ah. Hal itu karena akidah Ahlus
Sunnah wal Jama'ah adalah akidah terbaik yang sesuai dengan segenap hati dan
sebaik-baik yang diketahui akal. Ia menghasilkan berbagai pengetahuan yang
bermanfaat dan akhlak yang tinggi.
[12] Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kapal keselamatan. Maka barangsiapa berpegang
teguh dengannya, niscaya akan selamat. Sebaliknya barangsiapa meninggalkannya,
niscaya tenggelam dan binasa.
[13] Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah kasih sayang dan persatuan. Karena,
tidaklah umat Islam itu bersatu dalam kalimat yang sama di berbagai masa dan
tempat kecuali karena mereka berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Sebaliknya, mereka akan berpecah belah dan saling berselisih pendapat
jika menjauh darinya.
[14] Aqidah
Ahlus Suannah wal Jama'ah adalah aqidah istimewa. Para pengikutnya adalah
orang-orang istimewa, jalan mereka lurus dan tujuan-tujuannya jelas.
[15] Ia
menjaga para pengikutnya dari bertindak tanpa petunjuk, mengacau dan sikap
sia-sia. Manhaj mereka satu, prinsip mereka jelas, tetap dan tidak berubah.
Karena itu para pengikutnya selamat dari mengikuti hawa nafsu, selamat dari
bertindak tanpa petunjuk dalam soal wala' wal bara' (setia dan berlepas diri
dari orang lain), kecintaan dan kebencian kepada orang lain. Sebaliknya, ia
memberikan ukuran yang jelas, sehingga tidak akan keliru selamanya. Dengan
demikian ia akan selamat dari perpecahan, bercerai berai dan kesia-siaan. Ia
akan tahu kepada siapa harus membenci, dan mengetahui pula hak serta
kewajibannya.
[16] Ia akan
memberikan ketenangan jiwa dan pikiran kepada pengikutnya. Jiwa tidak akan
gelisah, tidak akan ada kekacauan dalam pikirannya. Sebab akidah ini
menghubungkan antara orang mukmin dengan Tuhannya. Ia akan rela Allah sebagai
Tuhan, Pencipta, Hakim dan Pembuat Syari'at. Maka hatinya akan merasa aman
dengan takdir-Nya, dadanya akan lapang atas ketentuan-ketentuan hukum-Nya, dan
pikirannya akan jernih dengan mengetahui-Nya.
[17] Tujuan
dan amal pengikut aqidah ini mejadi selamat. Yakni selamat dari penyimpangan
dalam beribadah. Ia tidak akan menyembah selain Allah dan akan mengharapkan
kepada selain-Nya.
[18] Ia akan
mempengaruhi prilaku, akhlak dan mua'malah. Aqidah ini memerintahkan
pengikutnya melakukan setiap kebaikan dan mencegah mereka melakukan setiap
kejahatan. Ia memerintahkan keadilan dan berlaku lurus serta mencegah mereka
dari kezhaliman dan penyimpangan.
[19] Ia
mendorong setiap pengikutnya bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam segala
sesuatu.
[20] Ia
membangkitkan jiwa mukmin agar mengagungkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab ia
mengetahui bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah haq, petunjuk dan rahmat,karena
itu mereka mengagungkan dan berpegang teguh pada keduanya.
[21] Ia
menjamin kehidupan yang mulia bagi pengikutnya. Di bawah naungan aqidah ini
akan terwujud keamanan dan hidup mulia. Sebab ia tegak atas dasar iman kepada
Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, dan tidak kepada yang lain. Dan hal
itu -dengan tidak diragukan lagi- menjadi sebab keamanan, kebaikan dan
kebahagiaan dunia-akhirat. Keamanan adalah sesuatu yang mengiringi iman. Maka,
barangsiapa kehilangan iman, ia akan kehilangan keamanan. Allah berfirman :
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". [Al-An'am : 82]. Jadi
orang-orang yang bertakwa dan beriman adalah mereka yang memiliki kemanan yang
sempurna dan petunjuk yang sempurna pula, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebaliknya, orang-orang musyrik dan pelaku maksiat adalah orang-orang yang
selalu ketakutan. Mereka senantiasa diancam dengan berbagai siksaan di setiap
saat.
[22] Aqidah
ini menghimpun semua kebutuhan ruh, hati dan jasmani.
[23] Mengakui
akal, tetapi membatasi perannya. Ia adalah aqidah yang menghormati akal yang
lurus dan tidak mengingkari perannya. Jadi, Islam justru tidak rela jika
seorang muslim memadamkan cahaya akalnya, lalu hanya bertaklid buta dalam
persoalan aqidah dan lainnya. Meskipun begitu, peran akal tetaplah terbatas.
[24] Mengakui perasaan manusia dan membimbingnya pada jalan yang benar. Perasaan adalah sesuatu yang alami pada diri manusia dan tak seorangpun manusia yang tidak memilikinya. Aqidah ini adalah aqidah yang dinamis, tidak kaku dan beku, ia mengaku adanya perasaan manusia serta menghormatinya, tetapi bukan berarti ia mengumbarnya. Sebaliknya ia meluruskan dan membimbingnya sehingga menjadi sarana perbaikan dan pembangunan, tidak sebagai alat perusak dan penghancur.
[24] Mengakui perasaan manusia dan membimbingnya pada jalan yang benar. Perasaan adalah sesuatu yang alami pada diri manusia dan tak seorangpun manusia yang tidak memilikinya. Aqidah ini adalah aqidah yang dinamis, tidak kaku dan beku, ia mengaku adanya perasaan manusia serta menghormatinya, tetapi bukan berarti ia mengumbarnya. Sebaliknya ia meluruskan dan membimbingnya sehingga menjadi sarana perbaikan dan pembangunan, tidak sebagai alat perusak dan penghancur.
[25] Ia
menjamin untuk memberi jalan keluar setiap persoalan, baik sosial, politik,
ekonomi, pendidikan atau persoalan lainnya.
Dengan aqidah
ini, Allah telah menyatukan hati umat Islam yang berpecah belah, hawa nafsu
yang bercerai berai, mencukupkan setelah kemiskinan, mengajari ilmu setelah
kebodohan, memberi penglihatan setelah buta, memberi makan dari kelaparan dan
memberi mereka keamanan dari ketakutan.
[Tasharrufan
(saduran) dari Mukhtasar Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama'ah, Syaikh Muhammad bin
Ibrahim Al-Hamd, Buletin AN NUR Thn. IV/No. 139/Jum'at I/R.Awal 1419H]
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar